Betapa beruntungnya kita hidup di zaman yang serba digital ini. Dulu sebelum era internet, kita membutuhkan usaha ekstra dalam mendapatkan informasi yang kita inginkan. Ketika fulan ingin memasak suatu resep, ia akan pergi mencari buku resep di toko majalah pusat kota. Ketika fulan ingin mengetahui berita terkini, ia harus berlangganan koran pagi agar tidak ketinggalan berita. Ketika fulan ingin berwisata ke suatu tempat dan ingin mengetahui fashion style terkini, ia akan pergi ke toko majalah untuk membelinnya. Ketika fulan ingin mencari referensi untuk menyelesaikan tugas sekolah/kuliah, ia akan pergi ke perpustakaan mencari buku teks dan ensiklopedi. Tentu masih banyak lagi kebutuhan informasi yang harus didapatkan dengan usaha ekstra dan biaya yang mengikutinya. Kecuali kita mempunyai tetangga baik yang sudi meminjamkannya.
Dengan itu semua, persebaran informasi menjadi cepat dan merata. Sebagian besar penduduk negeri yang mempunyai jaringan internet di daerahnya sudah bisa mengakses informasi hanya dengan ponsel pintarnya. Dimanapun dan kapanpun.
Karena itu persoalan menjadi begitu kompleks. Persebaran informasi tidak berbanding lurus dengan kualitas informasi yang didapatkan, khususnya pada masyarakat awam. Pada kenyataannya, banyak yang termakan hoax. Banyak informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keaslian, validitas dan realibilitasnya. Juga informasi yang didapatkan tidak mempunyai kedalaman isi seperti yang kita dapatkan di buku-buku teks.
Bahkan di era pandemi covid 19 ini, masih banyak orang tidak percaya dengan bahaya virus corona. Belum lagi masalah vaksin, selalu ada dua kubu yang saling berseberangan dalam memandangnya. Dan ini bukan kali pertama, ini adalah kejadian yang berulang. Bisa kita ingat betapa kacaunya polarisasi yang terjadi menjelang pemilu. Salah satu faktor utama adalah belum mampunya masyarakat memilih informasi secara tepat dan akurat dibarengi kemampuan critical thinking yang baik.
Di tahun ini, jaringan 5g dengan kecepatan internet bisa mencapai 1000 Mbps sudah masuk di Indonesia, khususnya di beberapa kota besar. Apakah masyarakat sudah siap dengan itu semua?
Tentu kita tidak bisa menyalahkan kemajuan teknologi. Pada hakikatnya teknologi adalah alat untuk membantu proses kegiatan manusia menjadi lebih efisien dan efektif. Sebagaimana yang kita tahu, internet telah memberikan banyak manfaat pada sendi-sendi kehidupan kita.
Untuk itu, selain tugas pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Kita sebagai masyarakat juga harus ambil bagian dalam memperbaiki kebiasaan pencarian informasi yang rancu. Kemampuan dalam menganalisis, memilih informasi secara efektif dan benar itu disebut literasi informasi. Menurut American Library Association (ALA), literasi informasi adalah kemampuan seorang individu untuk mengenali kapan informasi tersebut dibutuhkan serta untuk menemukan, mengevaluasi, efektif menggunakan dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai format.
Pusat-pusat informasi mempunyai tanggung jawab dalam “mengedukasi” hal tersebut untuk menciptakan suatu kebiasaan agar masyarakat mempunyai kemampuan literasi informasi. Perpustakaan, humas lembaga pemerintahan, kantor berita, media televisi, radio, influencer, dan segala macam media penyedia informasi mempunyai tanggung jawab itu.
Bayangkan keadaan dimana masyarakat dengan internet begitu cepat memiliki kemampuan literasi informasi yang baik. Itu adalah langkah awal yang baik untuk menjadi bangsa yang maju dan beradab. Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 tentunya.
Salam Literasi.
No Responses