“Pake ini kak biar enak” adikmu menuangkan sedikit kecap di atas mie goreng milikmu. “Ih apaan sih kamu! Jadi kemanisankan mie gorengnya!”. Kesalmu. Adikmu tertunduk, dan kalian berdua makan tanpa kata. Padahal dia hanya ingin kamu juga merasakan nikmat seperti yang ia rasakan. Tak lebih. Hanya saja, ingin itu tak sempat terungkap.
Temanmu memberikan kejutan kecil, diam-diam merapikan seluruh kamarmu. Namun, tanpa sepengetahuannya, arsip-arsip yang sudah kamu pisahkan susah payah jadi bercampur dalam satu tumpukan kertas, tertata rapi di sudut ruang kamarmu. Kamu berseru “ Ya elah, udah capek capek dipisahin juga!”, dengan wajah datar dan tampak sedikit emosi menunjukkan muka masam penuh kekecewaan. Padahal temanmu hanya ingin memberi tempat ternyaman sepulang kamu melakukan aktifitas yang melelahkan di luar. Tak lebih. Hanya saja maksud itu tak terungkap.
Dua keadaan di atas adalah contoh situasi dimana kita yang terkadang tidak mampu memaknai pesan cinta seseorang yang diberikan kepada kita. Kesalahan itu terjadi disebabkan karena cinta, jangan semudah itu disalahkan, ya…? Ada satu kisah dari manusia paling mulia, yang akhlaknya selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua ummatnya, yaitu baginda Rasul Muhammad SAW juga pernah merasakan tersudut oleh rumitnya cinta Aisyah.
Suatu hari beliau menjamu para sahabat di rumahnya, datang seorang utusan dari istri yang lain, memapah hidangan dari kurma yang nampak begitu lezat untuk para sahabat tersebut. Siapa sangka dari dalam Aisyah tiba-tiba menghampiri meja hidangan dan menyenggol suguhan kurma tersebut sehingga jatuh berhamburan dari pinggan itu. Apakah yang dilakukan sang suri tauladan dalam kondisi serumit ini?. Beliau memungut hidangan yang berjatuhan tersebut ke atas pinggan yang lain, lantas menyuguhkannya kembali kepada para sahabat yang masih terkaget-kaget itu. “Gharrat Ummukum.. Maafkan ya, Ibunda kalian sedang cemburu” Kalimat Rasulullah tenang penuh sahaja, wajahnya tersenyum. Bersikap wajar tanpa merendahkan Aisyah, tanpa penuh pembelaan diri agar pribadinya tak tercoreng, dan tanpa menyalahkan siapapun jua. Semata beliau tahu, merajuknya Aisyah disebabkan oleh rasa cemburu. Dan cemburu adalah makna selanjutnya dari pesan cinta yang tak sempat terungkap.
Dalam berbagai aspek kehidupan sungguh banyak pesan-pesan cinta yang lain yang tak sempat terungkap. Suri tauladan kita sudah membarikan contoh yang sangat bijaksana dalam pemaknaan cinta dan kasih sayang, menjadikan Islam benar-benar Rahmatan lil ‘alamin, lalu bagaimana mungkin kita akan mengabaikan contoh dari makhluk paling mulia tersebut dalam kehidupan kita. Cinta beliau yang selalu kita rindukan dan nantikan. Bahkan beliau sudah mencintai kita begitu dalam sejak 1400 tahun silam, hingga akhir hayatnya hanya ummatnya yang dipanggil dengan penuh cinta. Maulid Nabi, bukan sekedar peringatan ceremonial saja, tapi makna terdalam sebuah cinta seorang umat kepada junjungannya.
Pemaknaan akan akhlak yang selalu memberikan ketenangan kepada orang-orang disekitar kita. Kita belajar dan terus belajar hingga akhir hayat meski tak seluruhnya mampu kita kuasai. Semangat dan cinta kasih yang ada di hati semoga menjadi cinta yang dapat diraih nantinya. Cinta yang mempertemukan kita bersama kembali di taman terindah yang Allah janjikan. Aamiin.
Related Posts
Perpustakaan Bait Al Hikmah IAIN Metro Lakukan Studi Tiru ke UPT Perpustakaan UIN Raden Mas Said Surakarta
Bedah buku “rethingking pesantren” by Fandi Hidayat
Kunjungan Pustakawan UIN Salatiga ke Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro
Kepala Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro Periode 2018 – 2021 Tutup Usia
Kepala Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro Hadiri Seminar Nasional dan MoU dengan Perpustakaan Nasional
No Responses