“Yah, besok saya mau ngasih kado buat Guru saya di Sekolah..”
Dialog ringan ini terjadi selepas sholat Maghrib kemarin dengan anak saya, Raja, yang masih duduk di kelas 2 sebuah Sekolah Dasar. Saya yang belum “ngeh” dengan pernyataannya, spontan bertanya “Kado buat apa Nak?”. “Lho, Ayah gak tau besok itu hari Guru Nasional? Hari yang khusus didedikasikan sebagai penghargaan untuk para guru atas pengabdian dan perjuangan mereka mendidik siswa-dan siswi di seluruh jenjang sekolah?”. Tentu bahasa yang keluar dari mulut anak saya baru berusia 8 tahun itu sudah saya edit sedemikian rupa. Tetapi dengan gamblang dan fasih dia mampu menjelaskan bahwa Guru adalah sosok yang sangat berharga bagi dirinya dan rekan-rekannya di Sekolah. Jawaban dan Pernyataan yang sekaligus “menampar” dan membuat saya tertegun. Jujur saya bahkan lupa –atau malah tidak tahu– kalau ternyata ‘masih’ ada sebuah hari yang khusus di antara hari-hari kalender yang diperuntukkan sebagai atensi dan pernghargaan bagi Guru. Profesi yang banyak disebut sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Profesi yang begitu mulia namun seringkali terlupakan. Bahkan oleh murid-muridnya sendiri.
Percakapan semalam ternyata korelatif dengan topik dialog pagi ini di radio Elshinta yang saya dengarkan sepanjang perjalanan menuju Kantor. Sesi pemaparan oleh Narasumber yang tak lain adalah Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dengan sistematis menjelaskan disparitas yang dihadapi dan dialami oleh Guru di seluruh Indonesia. Ada yang berkecukupan secara materi namun lebih banyak lagi yang masih jauh dari kata layak. Diksi “berkecukupan” pun masih harus diperdebatkan, karena jika mau jujur maka hanya guru-guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan guru-guru yang bekerja di sekolah swasta dengan latar belakang siswa kelas sosial menengah atas yang dapat menikmati kesejahteraan yang memadai. Sementara lebih banyak guru yang harus berpasrah diri mendapatkan penghasilan yang kurang baik dan jauh dari kata layak sehingga harus berjibaku melakukan pekerjaan lain seperti mengojek dan berjualan makan ringan—hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya. Belum lagi ditambah dengan masih minimnya sarana prasarana pendidikan yang seharusnya menopang tugas-tugas Guru dalam menjalankan kewajibannya.
Di pelbagai platform media sosial masih banyak kisah miris yang viral yang menggambarkan betapa menyedihkan nasib yang dialami sebagian besar Guru akibat tidak seimbangnya penghasilan yang mereka dapatkan dibandingkan dengan pengabdian, beban dan tanggungjawab yang harus mereka pikul. Belum lagi, dalam realitasnya, masih banyak bahkan orang tua yang kurang menghargai profesi Guru. Ketika terjadi sedikit benturan atau konflik antara Guru dan Murid misalnya, sebagian orang tua justru memilih mengambil jalan pintas melalui jalur hukum dibanding menyelesaikannya melalui mediasi. Sehingga Guru berada pada posisi yang sangat rentan hukum. Hal-hal demikianlah yang menjadi sebagian catatan dalam peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2022 ini. Yang sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), tema Hari Guru Nasional 2022 adalah “Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar”. Yang sayangnya peringatannya ‘tertutupi’ oleh hingar bingar pemberitaan isu-isu lain yang lebih media darling. Tentu saja masih banyak suka duka yang tak terkatakan jika kita membincang profesi guru yang sangat mulia ini yang tidak mungkin tertampung dalam tulisan ringan ini.
Mudah-mudahan dengan peringatan hari Guru Nasional yang jatuh pada hari ini, Jum’at 25 November 2022, nasib Guru akan semakin baik dan membaik. Profesi Guru akan semakin mulia dan dimuliakan. Perhatian dan kebijakan kepada Guru akan semakin besar dan massif.
Sambil menunggu pulang Kantor nanti untuk mendengarkan cerita anak saya terkait ‘atmosfir’ hari Guru Nasional di sekolahnya, perlahan dialog pagi ini di radio Elshinta ditutup dengan Hymne Guru yang sontak membuat saya terenyuh.
..Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S’bagai prasasti t’rima kasihku ‘tuk pengabdianmu
Selamat Hari Guru Nasional . Salam Hormat untuk Para Guru!
Related Posts
Perpustakaan Bait Al Hikmah IAIN Metro Lakukan Studi Tiru ke UPT Perpustakaan UIN Raden Mas Said Surakarta
Bedah buku “rethingking pesantren” by Fandi Hidayat
Kunjungan Pustakawan UIN Salatiga ke Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro
Kepala Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro Periode 2018 – 2021 Tutup Usia
Kepala Perpustakaan Bait Al-Hikmah IAIN Metro Hadiri Seminar Nasional dan MoU dengan Perpustakaan Nasional
No Responses